Keluarga Harmonis Dalam Islam -
Keluarga harmonis dalam bahasa tasawuf disebut dengan keluarga sakinah.
Keluarga ini harus dilandasi cinta kasih atau kasih sayang, mawaddah,
rahmah, dan ilmu (QS. Ar-Rum [30]: 21).
Pembentukan keluarga itu didahului dengan perkawinan. Dalam agama Islam
perkawinan (nikah) adalah salah satu bentuk upacara ibadah, yang diikat
dengan perjanjian luhur (mitsaq ghalizh). Dalam perjanjian ini
terkadang aspek: theologis, yakni nikah adalah ibadah, sedang aspek
hukum bahwa perkawinan harus sesuai dengan ketentuan agama dan mengikuti
aturan perundang-undangan yang berlaku, yakni Undang-Undang Nomor 1
tahun 1974 dan aspek mu'amalah (tata hubungan dalam masyarakat),
perkawinan harus di publikasikan, tidak secara diam-diam (sirri), dalam
arti tidak dicatat di Kantor Urusan Agama (KUA) setempat. Karena hal ini
akan menimbulkan suatu permasalahan yang tidak diinginkan di kemudian
hari, baik terhadap status istri maupun anak yang dilahirkan akibat dari
perkawinan tersebut.
"...di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (QS. Ar-Rum [30]: 21)
Dalam ayat tersebut secara ekspilisit dijelaskan bahwa tujuan perkawinan ialah tercapainya hidup sakinah, hidup harmonis, bahagia, dan sejahtera. Hidup yang demikian secara mutlak harus dilandasi mawaddah dan rahmah, cinta dan kasih sayang secara timbal balik, serta ilmu dan keterampilan dalam membina rumah tangga.
Dalam rumah tangga, hubungan suami istri adalah keterpasangan dalam satu diri, sebagai kesatuan diri dari segi spiritual, yang dalam bahasa Al-Qur'an diistilahkan dengan min anfusikum. Setara di sini bukan berarti seragam. Mereka tidak saling mendominasi. Masing-masing diperbolehkan aktualisasi diri. Setara dalam ranjang, pengasuhan anak-anak dan dalam nikah, talak dan rujuk. Keduanya saling asah, asih, dan asuh.
Hubungan dalam keluarga
Jasmani manusia ibarat satu bangunan yang utuh. Jika salah satu anggota tubuh disakiti, maka sakitlah seluruh tubuh. Demikian juga halnya dengan keluarga. Satu orang sakit, yang lain pun ikut merasa sakit. Dalam satu keluarga diharapkan saling menjaga amanah, saling mengerti, dan saling mengisi. Suasana keluarga yang demikian akan menjamin diminimalkan konflik, sehingga bisa menerima hal-hal yang tidak terduga sebelumnya.
Agar supaya terjaga hal-hal yang tidak diinginkan, maka di usahakan saling terbuka, tidak ada sesuatu yang disembunyikan, mau mematuhi semua aturan dalam keluarga, dan mau mengatasi konflik, namun harus berikhtiar sambil berdoa, memohon kepada Allah SWT. Kemudian istiqamah menjaga hubungan yang harmonis.
"...di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (QS. Ar-Rum [30]: 21)
Dalam ayat tersebut secara ekspilisit dijelaskan bahwa tujuan perkawinan ialah tercapainya hidup sakinah, hidup harmonis, bahagia, dan sejahtera. Hidup yang demikian secara mutlak harus dilandasi mawaddah dan rahmah, cinta dan kasih sayang secara timbal balik, serta ilmu dan keterampilan dalam membina rumah tangga.
Dalam rumah tangga, hubungan suami istri adalah keterpasangan dalam satu diri, sebagai kesatuan diri dari segi spiritual, yang dalam bahasa Al-Qur'an diistilahkan dengan min anfusikum. Setara di sini bukan berarti seragam. Mereka tidak saling mendominasi. Masing-masing diperbolehkan aktualisasi diri. Setara dalam ranjang, pengasuhan anak-anak dan dalam nikah, talak dan rujuk. Keduanya saling asah, asih, dan asuh.
Hubungan dalam keluarga
Jasmani manusia ibarat satu bangunan yang utuh. Jika salah satu anggota tubuh disakiti, maka sakitlah seluruh tubuh. Demikian juga halnya dengan keluarga. Satu orang sakit, yang lain pun ikut merasa sakit. Dalam satu keluarga diharapkan saling menjaga amanah, saling mengerti, dan saling mengisi. Suasana keluarga yang demikian akan menjamin diminimalkan konflik, sehingga bisa menerima hal-hal yang tidak terduga sebelumnya.
Agar supaya terjaga hal-hal yang tidak diinginkan, maka di usahakan saling terbuka, tidak ada sesuatu yang disembunyikan, mau mematuhi semua aturan dalam keluarga, dan mau mengatasi konflik, namun harus berikhtiar sambil berdoa, memohon kepada Allah SWT. Kemudian istiqamah menjaga hubungan yang harmonis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar