Hadits shahih di atas adalah dalil tentang wajibnya mencintai Nabi shallallaahu ;alaihi wasallam dengan kualitas cinta tertinggi. Yakni kecintaan yang benar-benar melekat di hati yang mengalahkan kecintaan kita terhadap apapun dan siapapun di dunia ini. Bahkan meskipun terhadap orang-orang yang paling dekat dengan kita, seperti anak-anak dan ibu bapak kita. Bahkan cinta Rasul shallallaahu ;alaihi wasallam itu harus pula mengalahkan kecintaan kita terhadap diri kita sendiri.
Dalam
Shahih al-Bukhari diriwayatkan, Umar bin Khathab radhiallahu anhu
berkata kepada Nabi shallallaahu ;alaihi wasallam, “Sesungguhnya engkau
wahai Rasulullah, adalah orang yang paling aku cintai daripada segala
sesuatu selain diriku sendiri.” Rasul shallallaahu ;alaihi wasallam
bersabda, “Tidak, demi Dzat yang jiwaku ada di TanganNya, sehingga aku
lebih engkau cintai dari dirimu sendiri”. Maka Umar radiyallaahu ‘anhu
berkata kepada beliau, “Sekarang ini engkau lebih aku cintai daripada
diriku sendiri.” Maka Nabi shallallaahu ;alaihi wasallam bersabda,
“Sekarang (telah sempurna kecintaanmu (imanmu) padaku) wahai Umar.”
Karena itu, barangsiapa yang kecintaannya kepada Nabi shallallaahu ;alaihi wasallam belum sampai pada tingkat ini, maka belumlah sempurna imannya, dan ia belum bisa merasakan manisnya iman hakiki, sebagaimana yang disabdakan Nabi shallallaahu ;alaihi wasallam, “Ada tiga perkara yang bila seseorang memilikinya, niscaya akan merasakan manisnya iman, Yaitu, kecintaannya pada Allah dan RasulNya lebih dari cintanya kepada selain keduanya...” (HR. al-Bukhari & Muslim)
2. Kenapa Cinta Rasul shallallaahu ;alaihi wasallam ?
Tidak akan mencapai derajat kecintaan kepada Rasul shallallaahu ;alaihi wasallam secara sempurna kecuali orang yang mengagungkan urusan din (agama)nya, yang keinginan utamanya adalah merealisasikan tujuan hidup, yakni beribadah kepada Allah Subhanahu waTa’ala. Dan selalu mengutamakan akhirat daripada dunia dan perhiasannya.
Cinta Rasul shallallaahu 'alaihi wasallam inilah dengan izin Allah menjadi sebab bagi kita mendapatkan hidayah (petunjuk) kepada agama yang lurus. Karena cinta Rasul pula, Allah menyelamatkan kita dari Neraka, serta dengan mengikuti beliau shallallaahu ;alaihi wasallam kita akan mendapatkan keselamatan dan kemenangan di akhirat.
Adapun cinta keluarga, isteri dan anak-anak, maka ini adalah jenis cinta duniawi. Sebab cinta itu lahir karena mereka memperoleh kasih sayang dan manfaat materi. Cinta itu akan sirna dengan sendirinya saat datangnya Hari Kiamat. Yakni hari di mana setiap orang berlari dari saudara, ibu, bapak, isteri dan anak-anaknya karena sibuk dengan urusannya sendiri. Dan barangsiapa lebih mengagungkan cinta dan hawa nafsunya kepada isteri, anak-anak dan harta benda duniawi, maka cintanya ini akan bisa mengalahkan kecintaannya kepada para ahli agama, utamanya Rasul shallallaahu ;alaihi wasallam .
3. Tanda-tanda Cinta Rasul shallallaahu ;alaihi wasallam Karena itu, barangsiapa yang kecintaannya kepada Nabi shallallaahu ;alaihi wasallam belum sampai pada tingkat ini, maka belumlah sempurna imannya, dan ia belum bisa merasakan manisnya iman hakiki, sebagaimana yang disabdakan Nabi shallallaahu ;alaihi wasallam, “Ada tiga perkara yang bila seseorang memilikinya, niscaya akan merasakan manisnya iman, Yaitu, kecintaannya pada Allah dan RasulNya lebih dari cintanya kepada selain keduanya...” (HR. al-Bukhari & Muslim)
2. Kenapa Cinta Rasul shallallaahu ;alaihi wasallam ?
Tidak akan mencapai derajat kecintaan kepada Rasul shallallaahu ;alaihi wasallam secara sempurna kecuali orang yang mengagungkan urusan din (agama)nya, yang keinginan utamanya adalah merealisasikan tujuan hidup, yakni beribadah kepada Allah Subhanahu waTa’ala. Dan selalu mengutamakan akhirat daripada dunia dan perhiasannya.
Cinta Rasul shallallaahu 'alaihi wasallam inilah dengan izin Allah menjadi sebab bagi kita mendapatkan hidayah (petunjuk) kepada agama yang lurus. Karena cinta Rasul pula, Allah menyelamatkan kita dari Neraka, serta dengan mengikuti beliau shallallaahu ;alaihi wasallam kita akan mendapatkan keselamatan dan kemenangan di akhirat.
Adapun cinta keluarga, isteri dan anak-anak, maka ini adalah jenis cinta duniawi. Sebab cinta itu lahir karena mereka memperoleh kasih sayang dan manfaat materi. Cinta itu akan sirna dengan sendirinya saat datangnya Hari Kiamat. Yakni hari di mana setiap orang berlari dari saudara, ibu, bapak, isteri dan anak-anaknya karena sibuk dengan urusannya sendiri. Dan barangsiapa lebih mengagungkan cinta dan hawa nafsunya kepada isteri, anak-anak dan harta benda duniawi, maka cintanya ini akan bisa mengalahkan kecintaannya kepada para ahli agama, utamanya Rasul shallallaahu ;alaihi wasallam .
Cinta Nabi shallallaahu ;alaihi wasallam tidaklah berupa kecenderungan sentimentil dan romantisme pada saat-saat khusus, misalnya dengan peringatan-peri-ngatan tertentu. Cinta itu haruslah benar-benar murni dari lubuk hati seorang mukmin dan senantiasa terpatri di hati. Sebab dengan cinta itulah hatinya menjadi hidup, melahirkan amal shalih dan menahan dirinya dari kejahatan dan dosa.
Adapun tanda-tanda cinta sejati kepada Rasul shallallaahu ;alaihi wasallam adalah:
a. Mentaati beliau shallallaahu ;alaihi wasallam dengan menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya. Pecinta sejati Rasul shallallaahu ;alaihi wasallam manakala mendengar beliau shallallaahu ;alaihi wasallam memerintahkan sesuatu akan segera menunaikannya. Ia tak akan meninggalkannya, meskipun itu bertentangan dengan keinginan dan hawa nafsunya. Ia juga tidak akan mendahulukan ketaatannya kepada isteri, anak, orang tua atau adat kaumnya. Sebab kecintaannya kepada Rasul shallallaahu ;alaihi wasallam lebih dari segala-galanya. Dan memang, pecinta sejati akan patuh kepada yang dicintainya.
Adapun orang yang dengan mudahnya menyalahi dan meninggalkan perintah-perintah Rasul shallallaahu ;alaihi wasallam serta menerjang berbagai kemungkaran, maka pada dasarnya dia jauh lebih mencintai dirinya sendiri. Sehingga kita saksikan dengan mudahnya ia meninggalkan shalat lima waktu, padahal Rasul shallallaahu ;alaihi wasallam sangat mengagungkan perkara shalat, hingga ia diwasiatkan pada detik-detik akhir sakaratul mautnya. Dan orang jenis ini, akan dengan ringan pula melakukan berbagai larangan agama lainnya. Na’udzubillah min dzalik.
b. Menolong dan mengagungkan beliau shallallaahu ;alaihi wasallam . Dan ini telah dilakukan oleh para sahabat sesudah beliau wafat. Yakni dengan mensosialisasikan, menyebarkan dan mengagungkan sunnah-sunnahnya di tengah-tengah kehidupan umat manusia, betapapun tantangan dan resiko yang dihadapinya.
c. Tidak menerima sesuatupun perintah dan larangan kecuali melalui beliau shallallaahu ;alaihi wasallam, rela dengan apa yang beliau tetapkan, serta tidak merasa sempit dada dengan sesuatu pun dari sunnahnya . Adapun selain beliau, hingga para ulama dan shalihin, maka mereka adalah pengikut Rasul shallallaahu ;alaihi wasallam .Tidak seorang pun dari mereka boleh diterima perintah atau larangannya kecuali berdasarkan apa yang datang dari Nabi shallallaahu ;alaihi wasallam.
d. Mengikuti beliau shallallaahu ;alaihi wasallam dalam segala halnya. Dalam hal shalat, wudhu, makan, tidur dan sebagainya. Juga berakhlak dengan akhlak beliau shallallaahu ;alaihi wasallam dalam kasih sayangnya, rendah hatinya, kedermawanannya, kesabaran dan zuhudnya dsb.
e. Memperbanyak mengingat dan shalawat atas beliau shallallaahu ;alaihi wasallam . Mengharapkan bisa mimpi melihat beliau, betapapun harga yang harus dibayar. Dalam hal shalawat Rasul shallallaahu ;alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa bershalawat atasku sekali, niscaya Allah bershalawat atasnya sepuluh kali.” (HR. Muslim).
Adapun bentuk shalawat atas Nabi shallallaahu ;alaihi wasallam adalah sebagaimana yang beliau ajarkan. Salah seorang sahabat bertanya tentang bentuk shalawat tersebut, beliau menjawab, “Ucapkanlah”,
اللهم صل على محمد وعلى آل محمد
(“Ya Allah, bershalawatlah atas Muhammad dan keluarga Muhammad”).(HR. al-Bukhari & Muslim).
f. Mencintai orang-orang yang dicintai Nabi shallallaahu ;alaihi wasallam. Seperti Abu Bakar, Umar, Aisyah, Ali radiyallaahu ‘anhum dan segenap orang-orang yang disebutkan hadits bahwa beliau shallallaahu ;alaihi wasallam mencintai mereka. Kita harus mencintai orang yang dicintai beliau dan membenci orang yang dibenci beliau shallallaahu ;alaihi wasallam . Lebih dari itu, hendaknya kita mencintai segala sesuatu yang dicintai Nabi, termasuk ucapan, perbuatan dan sesuatu lainnya.
4. Bagaimana Agar Mencintai Rasul shallallaahu ;alaihi wasallam ?
a. Hendaknya kita ingat bahwa Rasulullah shallallaahu ;alaihi wasallam adalah orang yang paling baik dan paling berjasa kepada kita, bahkan hingga dari orang tua kita sendiri. Beliau lah yang mengeluarkan kita dari kegelapan kepada cahaya, yang menyampaikan agama dan kebaikan kepada kita, yang memperingatkan kita dari kemungkaran. Dan kalau bukan karena rahmat Allah Subhanahu waTa’ala yang mengutus beliau shallallaahu ;alaihi wasallam, tentu kita telah tenggelam dalam kesesatan.
b. Renungkanlah perjalanan hidup Rasul shallallaahu ;alaihi wasallam, jihad dan kesabarannya serta apa yang beliau korbankan demi tegaknya agama ini, dalam menyebarkan tauhid serta memadamkan syirik, sungguh suatu upaya yang tidak bisa dijangkau oleh siapapun.
c. Renungkanlah keagungan akhlak Rasulullah shallallaahu ;alaihi wasallam, sifat dan sikapnya yang sempurna, rendah hati kepada kaum mukminin dan keras terhadap orang-orang munafik dan musyrikin, pemberani, dermawan dan penyayang. Cukuplah sanjungan Allah Subhanahu waTa’ala atas beliau shallallaahu ;alaihi wasallam, artinya, “Dan sungguh engkau memiliki akhlak yang agung.” (QS.
d. Mengetahui kedudukan beliau shallallaahu ;alaihi wasallam di sisi Allah Ta’ala. Beliau shallallaahu ;alaihi wasallam adalah orang yang paling mulia di antara segenap umat manusia, penutup para Nabi, yang diistimewakan pada hari Kiamat atas segenap Nabi untuk memberikan syafa’at uzhma (agung), yang memiliki maqam mahmud (kedudukan terpuji), orang yang pertama kali membuka pintu Surga serta berbagai keutamaan beliau lainnya. (Redaksi al-Sofwa)
HADITS NABAWI
*“Janganlah kamu mengkultuskanku sebagaimana orang-orang nashrani mengkultuskan putra maryam, sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba Allah, maka katakanlah (kepadaku), ‘Hamba Allah dan RasulNya’.” (HR. al-Bukhari).
* “Kalau boleh aku menyuruh seseorang sujud kepada orang lain, niscaya aku menyuruh seorang istri sujud kepada suaminya”. (HR. Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh al-Albani).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar